PPKN Kelas XI BAB 4 - Mencermati Sistem Peradilan di Indonesia

 Mencermati Sistem Peradilan di Indonesia


A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan

Sistem peradilan adalah mekanisme dari keseluruhan komponen peradilan nasional, pihak dalam proses peradilan, hierarki kelembagaan peradilan, serta komponen lain yang bersifat prosedural dan saling berkaitan. Tujuannya adalah untuk mewujudkan keadilan hukum.

Komponen prosedural sistem pradilan di Indonesia mencakup proses penyelidikan atau penyidik, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan. 

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan bisa atau tidaknya dilakukan penyidikan.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik sesuai tata cara yang diatur dalam undang-undang.
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang.
Adapun mengadili merupakan tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan mengutus perkara di sidang pengadilan. 

Istilah peradilan juga dapat ditemui dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia antara lain dalam UU No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. 
Pasal 1 berbunyi : "Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilam guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dan UUD Republik Indonesia Tahun 1945."
Pasal 18 berbunyi : "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi."

Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 1 dan Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009 yaitu :
a. Peradilan merupakan suatu sistem atau penegakan hukum dan keadilan.
b. Penegakan hukum dan keadilan dilakukan berdasarkan Pancasila sebagai dasar negara.
c. Peradilan diselenggarakan dalam rangka terselenggarakan negara hukum Republik Indonesia.

B. Dasar Hukum

Sistem hukum di Indonesia berasal dari percampuran antara sistem hukum di Eropa, hukum Agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut mengacu pada hukum Eropa, khususnya Belanda. Hal ini didasarkan fakta sejarah bahwa Indonesia merupakan bekas wilayah jajahan Belanda. 

Hukum agama juga merupakan dari sistem hukum di Indonesia karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut agama Islam, maka hukum Islam lebih banyak diterapkan, terutama dibidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Sementara itu, hukum adat merupakan aturan-aturan masyarakat yang dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada diwilayah Nusantara dan diwariskan secara turun temurun.

Sistem peradilan Indonesia didasarkan pada Pancasila. Dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 24 khususnya pada Ayat 2 dan Ayat 3.

C. Klasifikasi Lembaga Peradilan

Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 Pasal 24 dan UU No. 48 Tahun 2009 Pasal 18, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi yang melakukan pengawasan tertinggi atas peradilan-peradilan lain yang berada dibawahnya, yang meliputi badan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

Berdasarkan UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dan UU lainnya yang berkaitan, badan peradilan dapat diklasifikasi sebagai berikut :

a. Peradilan Umum

  • Pengadilan Negeri, 
  • Pengadilan Tinggi, 
  • Pengadilan Khusus.

b. Pengadilan Agama 

  • Pengadilan Agama,
  • Pengadilan tinggi Agama,
  • Pengadilan khusus (mencakup peradilan syari'ah Islam di Aceh)

c. Peradilan Militer 

  • Pengadilan Militer,
  • Pengadilan tinggi Militer,
  • Pengadilan Militer utama, dan
  • Pengadilan Militer pertempuran.

d. Peradilan Tata Usaha Negara 

  • Pengadilan Tata Usaha Negara,
  • Pengadilan tinggi Tata Usaha Negara, dan
  • Pengadilan khusus.

D. Perangkat Lembaga Peradilan

Penjelasan dari UU No. 48 Tahun 2009 dinyatakan sebagai berikut :
  1. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
  2. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
  3. Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945 dan memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945.
  4. Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. 
Berikut akan diuraikan pengertian dari susunan tersebut.

    a. Mahkamah Agung (MA)

Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan. MA berkedudukan di ibukota negara. Dan daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah Indonesia. Ketentuan mengenai MA diatur dalam :
  • UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
  • UU No. 5 Tahun 2004
  • UU No. 3 Tahun 2009
Mahkamah Agung terdiri dari pimpinan, hakim anggota, dan sekretaris. Pimpinan MA terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua serta beberapa orang ketua muda. Keseluruhan anggota hakim agung yaitu maksimal 60 orang.

    b. Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi (MK) mulai berdiri sejak ide perubahan UUD NRI Tahun 1945 yang dilakukan oleh MPR pada tahun 2001. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman secara merdeka guna menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan negara. 
Ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi diatur dalam :
  • UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
  • UU No. 8 Tahun 2001
  • UU (Perpu) No. 1 Tahun 2013 yang kemudian ditetapkan menjadi UU No. 4 Tahun 2014.
MK berkedudukan di ibukota negara dan susunannya terdiri dari seorang ketua yang merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, serta tujuh orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan keputusan presiden. Dengan demikian jumlah keseluruhan hakim konstitusi ialah 9 orang hakim.

    c. Komisi Yudisial (KY)

Ketentuan mengenai Komisi Yudisial terdapat dalam Pasal 24B UUD NRI Tahun 1945. Dan juga diatur dalam UU No. 22 Tahun 2004, dan UU No. 18 Tahun 2011. 

Komisi Yudisial berkedudukan di ibukota negara dan bersifat mandiri. Dalam pelaksaaan wewenangnya, Komisi Yudisial bebas dari campur tangan ataupun pengaruh kekuasaan lainnya. Tugas dari KY secara umum adalah menerima laporan dari masyarakar tentang perilaku kehakiman hingga membuat laporam dari hasil pemeriksaan yang berupa surat rekomendasi yang akan disampaikan kepada MA atau MK serta Presiden dan DPR. 

Jumlah anggota dari Komisi Yudisial adalah 7 orang anggota. Anggota yang dipilih merupakan pejabat negara, mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum dan anggota masyarakat.

    d. Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum

Dasar hukum dari peadilan umum adalah UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, UU No. 8 Tahun 2004 dan UU No. 49 Tahun 2009. Berdasarlan UU No. 8 Tahun Tahun 2004, peradilan umum merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Kekuasaaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dengan MA sebagai puncak dari kehakimannya.

Di lingkungan peradilan umum, terdapat sejumlah pengadilan khusus diantaranya seperti pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan atas HAM, pengadilan hubungan industrial, pengadilan tindak pidana korupsi dan pengadilan perikanan.

        1. Pengadilan Negeri

Pengadilan negeri adalah pengadilan umum yang sehari-hari memeriksa dan memutuskan perkara ditingkat pertama dari suatu kasus (pidana sipil) untuk semua golongan penduduk. Daerah hukum dari pengadilan negeri adalah kabupaten/kota. Kejaksaan negeri bertindak sebagai penuntut umum dalam suatu perkara pidana terhadap pelanggar hukum mereka diitempatkan disetiap pengadilan negeri.

        2. Pengadilan Tinggi

Pengadilan tinggi merupakan pengadilan tingkat banding dan berkedudukan di ibukota provinsi. Daerah hukum pengadilan tinggi mencakup wilayah provinsi. Susunan dari pengadilan tinggi terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera dan sekretaris. Pengadilan tinggi bertugas dan berwenang dalam mengadili perkara pidana dan perkara pendata ditingkat banding.

    e. Pengadilan di Lingkungan Peradilan Agama

Dasar hukum dari keberadaan peradilan agama ditentukan dari UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang kemudian diubah menjadi UU No. 3 Tahun 2006. Berdasarkan Undang-undang tersebut, peradilan agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyar pencari keadilan yang beragama Islam mengenai suatu perkara tertentu. Kekuasaan kehakiman dilingkungan tersebut dilaksanakan oleh pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama dan berpuncak pada MA sebagai kekuasaan tertinggi.

        1. Pengadilan Agama

Pengadilan yang memeriksa dan memutuskan perkara-perkara yang timbul dimasyarakat yang beragama Islam. Pengadilan agama merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota.
Pengadilan agama memiliki tugas dan wewenang sebegai berikut :
      a. Bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara antara orang beragama Islam di bidang :
        1. perkawinan,
        2. waris,
        3. wasiat,
        4. hibah,
        5. wakaf,
        6. zakat,
        7. infak,
        8. sedekah, dan
        9. ekonomi syari'ah.

   b. Pengadilan agama bertugas memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. 

     c. Memberikan istbat kesaksian rukyat, hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.

        2. Pengadilan Tinggi Agama

Pengadilan tinggi agama merupakan pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota provinsi. Daerah hukum pengadilan tinggi agama meliputi wilayah provinsi. Susunan kehakimannya terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera dan sekretaris.

Tugas dan wewenang dari pengadilan tinggi agama adalah mengadili perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama tingkat banding. Tugas lainnya ialah mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan antarperngadilan agama di daerah hukumnya.

    f. Pengadilan di Lingkungan Peradilan Militer

Peradilan militer adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer. Ketentuan mengenai peradilan militer diatur melalui UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Dalam peradilan militer, dikenal dengan adnya oditurat. Oditurat nerupakan suatu badan TNI yang melaksanakan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan di lingkungan angkatan bersenjata berdasarkan pelimpahan perintah dari panglima TNI. Oditurat terdiri dari :
  1. Oditurat militer,
  2. Oditurat militer tinggi,
  3. Oditurat jenderal, dan
  4. Oditurat militer pertempuran.
Peradilan militer memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut diantaranya :
1) Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh ;
  • prajurit,
  • orang yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit,
  • anggota dari suatu golongan atau jawatan atau badan yang dipersamakan dan dianggap sebagai prajurit.
  • seseorang yang tidak termasuk golongan diatas namun atas keputusan dari panglima dengan persetujuan menteri harus diadili oleh suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
2) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha dari angkatan bersenjata.
3) Menggabungkan perkara atas gugatan ganti rugi dalam suatu perkara tindak pidana atas permintaan dari pihak yang dirugikan.

        1. Pengadilan Militer

Pengadilan militer bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama, dengan terdakwa prajurit yang berpangkat kapten ke bawah.

        2. Pengadilan Militer Tinggi

Pengadilan militer tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana sengketa tata usaha angkatan bersenjata pada tingkat pertama dan tingkat banding, dengan terdakwanya prajurit atau salah satu prajuritnya berpangkat mayor ke atas. 

        3. Pengadilan Militer Utama

Kewenangan pengadilan militer utama adalah memeriksa dan memutus pada tingkat banding tentang perkara pidana dan sengketa tata usaha angkatan bersenjata. 

        4. Pengadilan Militer Pertempuran

Kewenangan dari pengadilan militer pertempuran adalah memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir pada perkara tindak pidana yang telah dilakukan oleh seorang prajurit di daerah pertempuran.

    g. Pengadilan di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara

Dasar hukum keberadaan peradilan tata usaha negara adalah :
  • UU No. 5 Tahun 1986,
  • UU No. 9 Tahun 2004, dan
  • UU No. 51 Tahun 2009.
Peradilan tata usaha negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Dan merupakan tempat untuk menyelesaikan sengketa antara warga negara dan pejabat tata usaha negara.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) serta berpuncak pada MA sebagai pengadilan negara tertinggi.

        1. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Pengadilan tata usaha negara merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota. Bertugas dan berwenang dalam memeriksa, memutusksn dan menyelesaikan sengeketa tata usaha negara.

        2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN)

Pengadilan tinggi tata usaha negara merupakan pengadilan yang berkedudukan di ibukota provinsi dan memiliki tugas serta wewenang dalam memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding.

E. Peran Lembaga Peradilan

Berdasarkan Pancasila, lembaga peradilan berperan untuk menerapkan serta menegakkan hukum dan keadilan yang berlaku. Agar hukum dan keadilan dapat diterapkan dengan baik, maka pengadilan harus dilaksanakan berdasarkan asas-asas berikut :
  • Pengadilan dalam melakukan tugasnya harus dengan hadirnya seorang terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain.
  • Pengadilan tidak boleh menolak dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk melaksanakan tugasnya.
  • Pengadilan mengadili sesuai dengan hukum yang berlaku dengan tidak membeda-bedakan orang.
  • Pengadilan membantu si pencari keadilan dan berusaha untuk mengatasi segala hambatan serta rintangannya untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya yang ringan.
  • Pengadilan (tingkat pertama) dalam putusannya berhak untuk dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
  • Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntuti, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan dari pengadilan yang menyatakan kesalahannya.
  • Tidak seorangpun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan selain atas perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
  • Seorang hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hakim wajib memperhatikan pula sifat baik dan buruk dari terdakwanya untuk mempertimbangkan berat atau ringan pidananya.
  • Setiap orang yang ditangkap. ditahan, dituntut atau diadili tanpa suatu alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai terdakwa atau hukum yang diterapkan kepadanya berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi serta memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
  • Tidak seorangpun dapat dihadapkan ke pengadilan selain yang ditentukan oleh undang-undang.
  • Setiap orang yang tersangkut suatu perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
  • Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding, dapat melakukan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung apabila terdapar hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.

~ Finished ~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Routing & Switching [Routing Static]

Debian Server (Web Server)

Debian Server [DHCP Server Linux]